Minggu, 28 Februari 2010

Aceh Selatan, Akulturasi Budaya, Alam dan Legenda yang Mempesona



Mukadimah


Long weekend, rasanya tidak etis kalo tidak sedikit menyempatkan waktu sejenak, mengetik apa yang perlu diketik, menggerakkan kursor touchpad dan membuka-buka folder yang ada di komputer. Sambil mikir, berapa lama ya udah gak nulis? Terakhir nulis tentang perjalanan keliling Aceh yang sangat tidak bisa terlupakan, yang tertulis dengan rapi dengan segala macam perasaan yang campur aduk, hha. Itulah tulisan, kita bisa mencampur-adukkan segala macam perasaan dalam antrian kata. Dari pada merokok, dan nongkrong di warung kopi gak jelas (kecuali dengan teman-teman), mending menyalurkan pengalaman dan pengetahuan lewat tulisan, bisa dibaca banyak orang, dapat banyak teman dan …



Pengalaman yang masih ada dalam bayangan hingga sekarang adalah saat 2 hari berada di Aceh Selatan, saat dalam misi keliling Aceh, melewati kota-kota pantai yang penuh pesona sebelum sampai ke ibukota Tapaktuan, dan menikmati gunung-gunung super terjal setelah melewati ibukota Tapaktuan. Setidaknya bisa diambil pelajaran pertama, Allah memberikan keadilan untuk alam tapaktuan, pantai di utara dan barat, serta gunung di selatan dan timur..



Profil


Aceh Selatan, Kabupaten dengan luas sekitar 4500 km persegi, dulunya adalah bagian dari kabupaten Aceh Barat, sebelum tahun 1956. Dan tahun 2002, Kabupaten Aceh Selatan dipecah lagi menjadi 3 yaitu Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Seterusnya adalah kota Subulussalam. Secara administratif, kebupaten ini punya 16 kecamatan, 43 mukim dan 247 gampong (kampung). Penduduknya gak lebih dari 300.000 orang ( gak tau siapa yang ngitung, pokoknya ini data dari BPS). Dengan topografi yang lumayan tinggi, Aceh Selatan mempunyai iklim yang basah dengan suhu berkisar dari 26-31 derajat celcius. (sumber: wikipedia.org). Cukup dingin jika dibandingkan dengan Banda Aceh, hhe..


Sejarah Aceh Selatan

Membahas Aceh Selatan, tidak sah jika tidak membahas legenda yang ada dan sudah turun temurun diceritakan pada warga Tapaktuan. Ceritanya dulu hidup sepasang naga yang datang dari negeri China. Mereka diusir oleh raja, karena tidak mempunyai anak. Namun karena mereka terus berdoa, akhirnya mereka mendapatkan seorang bayi wanita yang hanyut terapung-apung di tengah lautan. Bayi perempuan itu dinamakan Putri Bungsu dan mereka asuh sampai Bungsu meranjak dewasa. Pada satu ketika, munculah kedua orang tua sang bayi dari kerajaan Asralonaka di Pesisir India Selatan untuk mencari bayinya yang telah hilang selama 17 tahun. Sehingga terjadilah pertengkaran antar kedua pasangan ini.


Saat itu muncul pula manusia besar dari Goa Kalam bernama Tuan Tapa, ia meminta kesediaan naga untuk mengembalikan anaknya ke pangkuan orang tua asli sang Putri. Namun, sang Naga enggan memberikan, malah ia mengajak Tuan Tapa untuk beradu kekuatan, namun akhirnya sang naga kalah oleh libasan tongkat Tuan Tapa dan putri Bungsu kembali kepada orang tuanya. Karena marah, sang naga betina melarikan diri ke China sambil membelah sebuah pulau di daerah Bakongan, yang kini dikenal dengan nama Pulau Dua (terlihat sebuah pulau yang mirip dibelah). Gak sampai disitu aja, sang naga memporak-porandakan sebuah pulau menjadi ratusan pulau yang kini dikenal dengan nama Pulau Banyak.


Bekas naga yang mati dilibas, hati dan tubuh naga yang hancur berkeping-keping masih dapat dilihat dalam bentuk batu di Tapaktuan. Masyarakat mengenalnya dengan nama batu merah dan batu hitam. Peninggalan sang tuan tapa pun masih ada, telapak kaki, tongkat, peci, dan makam nya pun masih ada di kota Tapaktuan. Sejarah lengkap kota Tapaktuan ini ditulis oleh Darul Qutni yang diterbitkan tahun 2002 yang masih tersimpan di perpustakaan Daerah di Kantor Gubernur NAD. Di buku itu menceritakan bagaimana sang naga merawat anaknya hingga terjadinya pertengkaran. Tapi buku ini saya liat sih berjenis fiksi..


Wisata Aceh Selatan

Oke, sekarang kita bahas objek wisatanya, toh tulisan yang biasa saya buat tentang Aceh, gak lepas dari sejarah dan tempat-tempat menariknya, hhe. Di Aceh Selatan ada Kawasan Air Dingin yang dialiri oleh sebuah anak sungai yang memiliki satu pucuk dengan Sungai Tuwi Lhok dan berhulu dari Taman Gunung Lauser ke Samudera Hindia. Di sini ada air terjun dengan pemandian alami yang bisa terlihat dari perjalanan Blangpidie – Tapaktuan, tepatnya di desa Batee Tunggai Sama Dua. Sebuah kombinasi antara panorama pegunungan dan bentang laut lepas dengan garis pasir putih bak permadani, lebih indah pada saat kita ingin melihat sunset, merasakan indahnya lukisan sang pencipta, melebihi karya manusia manapun di dunia ini, tak ada yang dapat menyangkal..





Ada juga objek wisata Gunung Lampu, di tempat ini terdapat bekas telapak kaki Tuan Tapa, sekitar 50 meter disampingnya, juga terdapat bekas batuan yang dipercaya sebagai peci-nya sang tuan. Inilah asal mula penamaan kota ini yang bernama Tapaktuan. Ada pula wisata Pulau Dua yang ada di Bakongan, bisa dilihat dari lepas pantai Ujung Pulo Cut dan Ujung Pulo Rayeuk. Selain bisa menikmati desriran ombak di pantai dan pemandangan 2 pulau, kita juga disuguhi keindahan pasir putih dan karang laut di pantainya, edan…

Tempat menarik lainnya adalah genting buya atau yang biasa disebut danau tsunami, ya karena danau ini secara gak langsung meluas karena adanya gelombang tsunami, tapi tidak seberapa besar gelombangnya, pantainya dihiasi pohon cemara yang setia menunggu gulungan ombak samudera hindia datang menghampiri. Trus ada juga batu berlayar dan batu Sumbang, letaknya di daerah Gunong Cut, Samadua. Di batu ini pun ada legenda tentang pertarungan Raja Ngang dan Tuan Hilang. Tempat paling populer pastinya adalah pemandian Ie Seujuk Panjupitan, air yang keluar dari bebatuan kaki bukit sangat bening dan dingin. Trus, ada pula air terjun Twi Lhok, yang letaknya di desa Sawang, sekitar 300an meter dari jalan negara, ketinggian air terjun yang mencapai 8 meter membuat masyarakat aceh selatan banyak menggunakan tempat jatuh air terjun ini untuk pemandian liburan, dan ibadah.


Ada juga Air terjun tingkat tujuh, sesuai namanya, air terjun ini bertingkat-tingkat mengikuti bentuk gunung, sebenarnya tingkatnya bisa puluhan dari atas hingga sungai, tapi ada sebuah spot dimana kita bisa menikmati pemandian yang agak luas dibawah beberapa tingkat berjumlah tujuh buah, makanya tempat ini dikenal dengan Pemandian Air Terjun Tingkat Tujuh. Perjalanan menuju kesana harus ditempuh dengan mendaki bukit yang agak licin, tapi tidak begitu terjal. Hutan yang masih alami akan menemani kita menuju pusat pemandian yang segar dan menyejukkan itu.



Yang tidak kalah menarik adalah Panorama Hatta, dulu Wakil Presiden Mohammad Hatta pernah singgah di sebuah bukit dimana di bukit tersebut kita bisa melihat pemandangan teluk Tapaktuan yang indah. Hingga kini tempat beristirahatnya sang wakil presiden diabadikan menjadi Panorama Hatta, tempat kita bisa menikmati pemandangan bukit dan pantai yang indah di jalur masuk dan keluar Tapaktuan menuju Kota Subulussalam sambil menikmati udara sejuk ditemani secangkir kopi hangat.




Kuliner Aceh Selatan

Aceh Selatan juga terkenal dengan oleh-oleh buah Pala nya.. masyarakat sekitar mengolah buah pala menjadi berbagai macam produk, ada yang dibuat sirup, manisan, minyak pala, kue pala, dodol pala. Buah yang punya bahasa latin Myristica Fragrans Houtt ini adalah bagian penting dalam perdagangan Belanda dan Portugis jaman dulu sebagai bagian dari rempah-rempah. Khasiatnya banyak, selain untuk bahan masakan, pala juga cocok untuk obat magh, insomnia, kencing manis, hiperaktif untuk anak-anak dan lain-lain. Daerah yang paling banyak menghasilkan pala adalah daerah Meukek dan sekitarnya. Dan dengan bangga saya menyatakan, saya sudah merasakan semua produk-produk dari buah pala, kecuali minyak pala, hhe.. cendramata dari istri wakil bupati aceh selatan.. makasih ibu…




Hasil kebun dan tani yang lain yang ada di Aceh Selatan adalah Nilam, pinang dan juga Madu di daerah Trumon, banyak juga pendatang dari luar daerah ke Aceh selatan membeli Madu di sepanjang jalan daerah Trumon (menuju Subulussalam), atau ya ke Subulussalam banyak juga yang menjual madu asli. Aceh Selatan juga terkenal dari hasil perikanan, karena memang terletak di pinggir laut, dan sebagian besar mata pencaharian warga adalah nelayan. Malah di Aceh Selatan akan dibangun Politeknik yang berbasis pengolahan perikanan, masih dalam proyek katanya, hhe…



Adat dan Budaya Aceh Selatan

Kota Tapaktuan, berbeda sekali dengan daerah di Provinsi NAD yang lainnya. Apabila di daerah-daerah lain di NAD kita akan menjumpai banyak warung kopi, maka di Tapaktuan kita bakal kesulitan mencari warung kopi. Beberapa warung kopi hanya buka pada pagi hari. Kebiasan nongkrong di warung kopi pun tidak terlihat disini. Tapi jangan salah, PNS di Tapaktuan terkenal dengan anekdot "Pegawai Keumawe", atau bisa diartikan pegawai memancing. Saya menjumpai banyak sekali pegawai dengan berbaju dinas memancing di hamparan pantai di tengah jam kerja, huff....

Bahasa percakapan sehari-hari di Tapaktuan pun lebih beragam. Selain bahasa Aceh, warga Tapaktuan juga banyak yang menggunakan bahasa melayu dan bahasa minang (Sumatera Barat), juga tidak sedikit yang pandai berbahasa Jawa, karena memang mereka banyak yang berasal dari daerah luar. Orang aceh menyebut bahasa ini dengan nama Bahasa Jamee (tamu). Keberagaman Agama dan Suku di Tapaktuan sangat penuh dengan Toleransi, kayaknya akan betah banget kita tinggal di Tapaktuan. Semoga Tapaktuan bisa lebih maju dari kota-kota lainnya di Aceh.

Akomodasi di Aceh Selatan

Tapaktuan bisa dijangkau dari arah Banda Aceh, setelah bertemu dengan Meulaboh dan Blangpidie, perjalanan akan ditemani barisan Sawit dan diakhiri dengan aroma pantai lautan Hindia.. bisa juga dari arah Medan, melewati Subulussalam dengan ditemani perbukitan dan panorama laut dari ketinggian bukit yang sangat indah... keluar dan masuk Tapaktuan, kita akan diberikan kenikmatan pemandangan yang luar biasa...

Kebanyakan transportrasi dari dan ke Tapaktuan menggunakan Mitshubishi L300 yang mengangkut penumpang dari Banda Aceh, Meulaboh atau juga dari Medan. Ongkosnya beragam, mulai dari 150.000an, tidak begitu mahal untuk ukuran apa yang bakal kita temui di Aceh Selatan. Ada pula sebuah Bus Kurnia yang berangkat dari Medan dari arah selatan (Sumatera Utara), tapi jadwalnya hanya sekali semalam.

Hotel pun tidak susah kita temui di Tapaktuan, ada hotel Catherine (0656-21314), Hotel Metro (0656-322567), Hotel Dian Rana (0656-21444) dan banyak losmen lainnya. Namun untuk transportrasi lokal, ini yang agak susah, kita harus menunggu hingga jam 9-10 pagi untuk mendapatkan pelayanan angkot. Jika ingin flexible, kita bisa menyewa sepeda motor pada pemilik hotel, tentunya dengan harga nega, hee....

Penutup

Ah, indah banget merasakan Keberagaman di Aceh Selatan, Akulturasi Budaya, Alam dan Legenda yang Mempesona membuat saya merasa ingin lagi pergi kesana, tidak dalam rangka dinas, tapi liburan.. untuk menjejakkan kaki pertama kali di Tapaktuan, lumayanlah bisa mengetahui sebagian besar apa dan bagaimana Tapaktuan.


Galeri:















* Tulisan ini bersifat Reportase dan pendalaman teoritis, dalam konten terdapat hak cipta dari segala sumber yang telah dimintai izin.

Minggu, 14 Februari 2010

Keliling Aceh; Mengitari Budaya, Sejarah dan Keanekaragaman Nanggroe

“Allah Maha Dahsyat, dengan segala rencana dan kehendakNya pada rejeki manusia yang ingin berusaha dan yakin akan takdir…”

Itulah satu kalimat yang terus terbayang pada perjalanan pulang kantor dari Pango ke Lampeuneurot di hari jumat 5 februari 2010. Setelah dengan sangat hikmat mendengar ceramah khutbah Jumat tentang Allah membagi waktu kepada manusia dalam 4 manfaat; kepada Allah untuk beribadah, kepada keluarga untuk bercengkrama, kepada teman-teman untuk bersilaturahmi dan kepada diri sendiri untuk berintrospeksi. Sangat simpel, dengan konsep partisi waktu dengan komposisi dan proporsi yang optimal, sebenarnya Allah sudah sedemikian rupa mengatur tiap sepersekian detik langkah kita dihubungkan dengan dimensi ruang, waktu dan pola pikir fiqh dan emosional intelegensi. Sebuah maha karya luar biasa yang menuntun kita untuk kembali berfikir, layakkah kita untuk menyombongkan diri?

Selain intisari khutbah itu, pikiran pun melayang kepada daftar misi awal tahun 2010, tentang rencana rencana yang sangat ingin dilaksanakan, tentang sebuah target, harapan dan impian.. Salah satu dari misi itu adalah keliling Aceh… dan Alhamdulillah, Allah memberikan jalan untuk itu di tahun ini.. Terlepas dari bagaimana ini bisa terjadi, Hukum tarik menarik yang menjadi bagian inti dari film The Secret berlaku pada misi ini.. Dengan Keyakinan dan Keinginan yang kuat, alam yang merupakan ciptaan Allah akan membawa kita kepada harapan, menarik kita kepada sebuah pengimplementasian cita-cita, Alis akan keliling Aceh…!!!

Aceh dikenal sebagai sebuah Propensi (bahasa sundanya) yang terdiri dari 23 kota/kabupaten. Beribukota di Banda Aceh yang terletak di utara pulau Sumatera, membuat kota-kota di pinggiran Aceh sedikit terabaikan oleh pemerintah daerah.. Tapi bukan ini bahasan kita dalam petualangan kali ini, tapi bahasannya adalah: SMS Banking Mandiri kok belum masuk ya? Haha. (lho kok??)



-- Jalur Perjalanan --

Petualangan kali ini nggak tanggung-tanggung, menurut rencana, perjalanan akan melalui kota Sigli, Beureuneun, Geumpang, Tangse, Meulaboh, Tapaktuan, Subulussalam, Sidikalang, Kabanjahe, Brastagi, Medan, Langsa, Lhokseumawe dan kembali lagi ke Banda Aceh. Misi utamanya sebenarnya adalah mempromosikan Politeknik Aceh ke setiap kota yang dilalui, dengan ditemani 2 orang mahasiswi, Devi Suryani dan Wirdayanti serta Pak Moerwis Madhi, Tim yang beranggotakan 4 orang ditemani satu orang driver, berangkat dari Banda Aceh hari senin, 8 februari 2010 menuju Sigli.

Banda Aceh – Sigli

Perjalanan dari Banda Aceh dimulai dari pukul 7 pagi, setelah sarapan pulot beurawe, tim yang berangkat dengan 2 mobil (tim yang menyusuri pantai timur Aceh) melintasi seberang Kampus Politeknik Aceh dari desa Tanjung di Aceh Besar. Perjalanan yang melintasi berbagai kota di Aceh Besar, juga melintasi kelokan khas Banda Aceh – Medan di Pegunungan Seulawah Dara (Selawah Cewek). Kenapa disebut Seulawah cewek? Karena ada juga gunung yang berdiri sendiri tegak di sampingnya, disebut seulawah agam (selawah cowok), sedangkan gunung-gunung yang terdiri dari gunung kecil-kecil, diberi nama Seulawah dara (cewek), karena ilustrasinya digambarkan ada ibu dan anak anaknya,lucu :)

Kelokan-kelokan membuat salah seorang mahasiswa sedikit mual dan terjadilah tragedi bubur manado, haha.. Okei, setidaknya saya sebagai ketua tim, harus lebih mempersiapkan segala hal yang kemungkinan terjadi lagi ke depan, karena perjalanan masih sangat panjang.





Tidak memakan waktu yang lama, perjalanan ke Sigli ditempuh dalam waktu 2 jam, dan setelah berganti driver dari pak Dermawan ke pak Reynaldi, Tim sarapan dulu untuk meng-upgrade kekuatan karena akan presentasi ke SMK 1 Sigli. Presentasi tentang Politeknik Aceh di SMKN 1 Sigli berjalan sangat bagus dan sukses, dimana respon siswa-siswa yang hadir yang merupakan perwakilan dari 3 SMK dan 4 SMU di Sigli menanyakan berbagai hal tentang semua info dari mulai bagaimana cara masuk, apa yang dapat diberikan, apakah ada program beasiswa dan sebagainya. Acara promosi diakhiri dengan kerja sama tim dengan pihak sekolah untuk membuat registration point Sigli sebagai perwakilan Politeknik Aceh di Sigli, untuk mempermudah calon mahasiswa dalam proses administrasi masuk ke Politeknik Aceh. Oke, misi Sigli selesai, tak ada kesan yang begitu berbeda, karena Sigli pun sudah puluhan kali saya lalui.. dan tim segera berangkat ke Meulaboh dari kota Beureuneun.

Sigli – Meulaboh

Ini perjalanan yang baru, setelah berdiskusi dengan tim, kita putuskan untuk makan siang dan shalat zuhur di jalan, karena memang belum masuk waktu zuhur. Jam 12, tim melintasi kota Bakti dan Keumala. Kota kecamatan yang menurut supir yang mendampingi kita, biasanya banyak kebun-kebun durian yang ada disini, setidaknya mulai dari kecamatan ini sampai seterusnya, akan banyak dijumpai durian-durian di pinggir jalan. Sampai di Geumpang, kita menjumpai sebuah mobil pick-up yang membawa ratusan durian, namun karena sama-sama dalam perjalanan, tak enak hati rasanya menghentikan mobil mereka hanya untuk membeli beberapa buah durian. Dan kondisi perut yang belum makan siang pun, saya rasa gak cocok untuk diawali dengan durian. Sampai di Geumpang jam 2 siang, kita makan di sebuah warung nasi yang sangat sederhana, baik dari segi tempat dan makanannya, apa boleh buat, cacing dalam perut sudah berdemo untuk segera dicairkan dana bailout…

Setelah makan siang dan shalat zuhur beserta jama’ di salah satu mesjid di Geumpang, tim berlanjut kembali. Kita sempat berdiskusi tentang shalat jama’ dan qashar di mobil, bagaimana Allah baiknya memberikan kemudahan kepada kita untuk beribadah, walaupun dalam keadaan sebagai musafir, diberikan fasilitas untuk menggabungkan 2 waktu shalat baik diwaktu awal (jama’ ta’dim) dan waktu akhir (jama’ taakhir). Alangkah lebih bagusnya kalau dalam perjalanan kita manfaatkan fasilitas itu, karena itu kemudahan, bukan tuntutan. Perjalanan kembali berlanjut, suasana dalam mobil sudah akrab dan dengan mengucap bismillah, perjalanan akan melintasi Aceh dari pantai timur ke pantai barat.





Harapan untuk kembali berjumpa dengan durian kembali berkumandang di kota Tangse, padahal isi dalam perut sudah penuh, tapi yang namanya nafsu, huh…. Tak dapat dielakkan. Saya sendiri tidak suka durian, selain cara makannya susah, durian akan sangat merugikan orang lain disekitar saya, terkait masalah sampahnya, baunya dan harganya… haha… tapi tips dari saya sih, mending jangan makan durian di Tangse, karena perjalanan akan melintasi gunung-gunung, anda akan mual, dan kondisi perut anda akan sangat bergoncang bila ditambah lagi efek panas lemak yang ditimbulkan oleh Durian. Jam 3 kita sempat singgah di Kubu Aneuk Manyak (Kuburan Anak Kecil), dekat kota Tutut. Kuburan ini dianggap keramat bagi masyarakat sekitar karena ada seorang anak kecil yang terbunuh beserta ayahnya, saudagar Meulaboh dari hasil pengkhianatan temannya sendiri dengan motif perampokan tahun 1935. Rasanya tak perlu diceritakan banyak tentang hal ini, yang perlu diambil pelajaran dari tempat ini: “Jangan pernah kau khianati temanmu, karena itu adalah ladang Silaturrahmi yang sangat subur untukmu…”



Perjalanan kembali dilanjutkan, tak banyak belokan di pegunungan ini, hanya kanan dan kiri saja (guyonan khas pak Madhi). Perjalanan ditemani pegunungan peutsagoe dan aliran air peusangan yang dalam beberapa titik kita lihat lagi kekeringan. Mudah-mudahan Mount Aqua yang menjadikan mata air peusangan tidak bangkrut karena kekeringan ini, ?





Jam 5.30 sore tim sudah sampai ke Meulaboh, setelah melewati makam Teuku Umar, kita memesan 2 kamar di Hotel Meuligoe (0655-7007171). Tim saya berikan waktu hingga jam 8 malam untuk beristirahat, tapi saya gak bisa beristirahat jika belum tau, apa itu Meulaboh. Setelah mandi dan gosok gigi (seperti lagi ciptaan papa t bob), bermodalkan kamera digital, HP dan tas pinggang dan celana pendek, saya menyewa becak dan mengadakan kerja sama singkat dengan tukang becak untuk membawa saya keliling Meulaboh. Sejarah meulaboh sudah saya kupas ditulisan terdahulu, kota Meulaboh sangat dekat dengan laut, jadi sangat terbayangkan oleh saya bagaimana efek tsunami 2004 disini. Tapi sekarang kota ini sudah membangun, toko-toko sudah berdiri, mesjid agung pun sudah dibuat baru, bahkan kopi ulee kareng pun sudah ada disini. Saya diajak ke pelabuhan oleh tukang becak, diperkenalkan dengan wanita-wanita Meulaboh, lumayan enak dipandang mata… haha.



Hujan mengakhiri perjalanan saya sore itu dengan tukang becak, lumayan 20 ribu keliling Meulaboh mendapatkan informasi tentang budaya meulaboh, tempat menarik di Meulaboh dan merasakan angin sepoi sepoi dari Samudera Hindia. Malam kami makan di Wong Solo Meulaboh, pas di depan masjid Agung Meulaboh nan indah dengan lima kubah coklat keemasan, menandakan kuatnya tekad warga Meulaboh untuk kembali berjaya pada masa keemasaannya. Esok pagi, saya sempatkan ke arah pantai dibelakang hotel, daerah pantai pertama menurut saya yang terkena dampak tsunami, bahkan ada plang nya “Daerah Bahaya Tsunami” dengan latar belakang Tugu Meukutop sebagai kenangan Masyarakat terhadap Sebuah Implementasi Kekuasaan Allah.





Presentasi di Meulaboh dipusatkan di SMKN 2 Meulaboh, namun tim saya bagi 2, saya berkeliling ke SMUN 1, SMUN 2, SMUN 3 dan SMKN 1 Meulaboh untuk mempresesntasikan singkat Politeknik Aceh dan kita berhasil menetapkan Meulaboh sebagai Registration point untuk Aceh Barat. Perjalanan akan dilanjutkan ke Tapaktuan

Meulaboh – Tapaktuan

11.45 tim telah menyelesaikan misi di Meulaboh, setelah melapor ke Ayah di Banda Aceh dan Direktur yang lagi di Bireun, kita melanjutkan perjalanan dan masuk ke wilayah Nagan Raya. Perjalanan dikawal oleh jalan negara yang sangat luas, sangat bagus untuk ukuran sebuah jalan negara, dan bisa saya setarakan dengan jalan tol di Jakarta. Setelah melintasi barisan kelapa sawit, sawah-sawah, kita makan siang di daerah Alue Bilie. Perjalanan berlanjut masuk ke Aceh Barat Daya dan jam 3 siang, tim sudah masuk ke Aceh Selatan. Jangan lupa untuk menikmati pantai Aceh Selatan, sangat indah dengan likukan likukan khas pantai barat Sumatera. Karena setelah melewati Blangpidie, perjalanan akan relatif sangat dekat dengan laut, siapkan kamera anda, ambil setiap sudut dari posisi laut yang terlihat dan rasakan indahnya ciptaan Allah. Meskipun sangat dekat dengan laut sampai ke Tapaktuan, daerah ini tidak terkena efek tsunami, karena menurut cerita orang hotel di tapaktuan ada legenda seorang tuan tapa yang sangat keramat yang senantiasa melindungi Aceh Selatan dari jaman Naga sampai sekarang. Setelah melewati kota Sawang, kotabaru, Samadua dan Labuhanhaji jam 4.30 sore tim sudah sampai di Tapaktuan. Menginap di hotel Metro (0656-322567). Setelah sempat istirahat di hotel, saya berkeliling ke kota Tapaktuan dengan pak Madhi, sementara tim istirahat, malamnya kita makan malam di Hero. Saya kirain masyarakat tapaktuan umumnya menggunakan bahasa Jamee sebagai bahasa sehari-harinya, ternyata di beberapa tempat, saya bisa menggunakan bahasa Aceh dengan penduduk, yang kalau tidak salah saya tangkap logatnya sih, logat Sigli atau Lhokseumawe gitu, yang pasti bukan logat Banda Aceh dan Aceh Besar.







Kota Tapaktuan relatif kecil, kota yang penuh dengan legenda Naga dan Tuan Tapa ini dibumbui cerita seperti ini: dulu sepasang naga yang tidak punya keturunan diusir dari kerajaannya. Dalam pelariannya itu, mereka menemukan anak naga terdampar ditengah laut, mereka akhirnya merawatnya selama bertahun-tahun hingga seorang naga mengaku bahwa ia ibunda anak tersebut. Naga itu melapor kepada raja, untuk mengemabalikan anaknya. Namun sepasang naga itu tidak mau, dan akhirnya berita itu sampai kepada seorang tuan tapa dan ia bermaksud untuk membujuk naga tersebut untuk mengembalikan anak itu. Sang suami naga malah mengajak tuan tapa untuk berduel, dan dalam duel itu, sang naga mati, tongkat tuan masih terpancang di pantai kota Tapaktuan (jika air surut, akan terlihat sebuah tongkat di tengah laut). Sang Istri yang marah karena suaminya mati, lari dengan membelah sebuah pulau menjadikan pulau itu kini terkenal dengan nama pulau dua/pulau kembar, karena terlihat seperti pulau yang terbelah dua. Dan sang naga pun menghancurkan sebuah pulau di wilayah Singkil sehingga pecah menjadi banyak, dan kini dikenal dengan nama pulau banyak. Legenda membuat sebuah kota menjadi agung dan menarik untuk didatangi.. dan saya sangat senang dengan karakteristik itu.





Presentasi di kota Tapaktuan berjalan sukses, dihadiri perwakilan berbagai SMU dan SMK di Tapaktuan, Samadua dan Sawang. Jam 1.30 siang, presentasi beres dan kita mengadakan pertemuan non formal dengan pejabat setempat terkait kerjasama yang akan dibangun antara Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, Politeknik Manufakturing Bandung dan Politeknik Aceh dalam rangka pendirian Politeknik Tapaktuan. Kita merencanakan pertemuan di Bandung tanggal 17 dan tanggal 20 di Aceh sebagai bentuk kerja sama mitra institusi pendidikan. Lumayan, ibu Bupati menitipkan kepada tim 1 lusin botol manisan pala dan 2 plastik kue pala, oleh-oleh khas Tapaktuan. Jika niat kita baik, ada saja rejeki yang diberikan.. itulah kuasa Allah, jika kita pandai bersyukur, maka nikmatNya akan makin ditambah, tapi jika kita kufur, azab Allah akan sangat pedih.. itu janji Allah dalam QS Ibrahim: 7



Tapaktuan – Subulussalam

Perjalanan kali ini singkat, dengan target membeli madu di Subulussalam. Melewati serambi Taman Nasional Gunung Lauser, kota Fajar dan Trumon. Perjalanan sangat indah, karena jalan sangat bagus dan saat menaiki gunung, deretan pantai memperlihatkan keindahaannya, siapkan kembali kamera anda disini, dan untuk supir, jangan coba-coba menikmati pemandangan disini, karena perjalanan mendaki dan butuh konsentrasi penuh. Lebih baik jika ingin menikmati pemandangan, berhenti sejenak di Panorama Hatta. Ceritanya dulu Wapres Moh. Hatta pernah berkunjung kemari untuk menikmati pemandangan disini. Di beberapa sudut pantai, masyarakat merayakan upacara tolak bala di hari rabu akhir di bulan safar. Terlepas dari bid’ah tidaknya perbuatan itu, aktifitas ini sudah berjalan turun temurun di hari rabu akhir bulan safar sebagai bentuk ibadah.

Padahal dulu jaman Nabi, bulan safar tahun terakhir nabi hidup itu adalah saat nabi mulai sakit dan mulai jarang mengimami jamaah. Sehingga pada bulan rabiul awal, nabi wafat. Jadi kalo menurut ceritanya, tolak bala itu untuk memperingati wafatnya nabi. Kota subulussalam kita datangi saat maghrib, hujan lebat menyambut kita disini, dan pembelian madu pun gagal, karena sudah 8 bulan madu sangat susah didapatkan disini.
Madu menjadi cirik has oleh-oleh dari Subulussalam atau Trumon, namun karena langkanya petani madu akhir-akhir ini, harga madu menjadi sangat tinggi, bahkan bisa 3 kali lipat dari harga biasanya. Di Subulussalam, madu asli bisa didapatkan di Rumah Makan ACC Subulussalam kepunyaan Pak Yusri, beliau sendiri warga Banda Aceh yang sudah lama di Subulussalam, saya sempat bercengkrama beberapa menit sekedar mengetahui selayang pandang madu di Subulussalam, karena anak beliau masih kecil dan sakit, saya tidak berlama-lama mengorek informasi dari beliau, yach setidaknya saya sudah punya teman baru di Subulussalam.







Di Subulussalam salah seorang mahasiswi saya sempat bertemu dengan orang tuanya, saya sempatkan waktu untuk bertemu sekaligus kami pun istirahat dengan beberapa cangkir kopi dan teh hangat, sambil kami menghitung-hitung durasi waktu perjalanan kami. Dari Banda Aceh ke Sigli kami tempuh dalam waktu 2 jam, Sigli ke Meulaboh lebih kurang dengan waktu Ishomanya, 5 jam. Dari Meulaboh ke Tapaktuan lebih kurang 6 jam. Dan dari Tapaktuan ke Subulussalam lebih kurang 4 jam. Estimasi perjalanan dari Subulussalam ke Medan sekitar 6,5 jam dengan kondisi jalan yang kita prediksi akan jelek, berkelok-kelok dan hujan lebat disertai kabut.

Subulussalam adalah kota sedikit lebih besar dari Singkil, banyak para transmigran dari berbagai daerah di Indonesia mencari nafkah disini, dan mereka berbaur dengan menggunakan bahasa mereka di kampung seperti bahasa jawa dan bahasa sunda, sebuah keanekaragaman yang sangat bagus. Subulussalam tidak dijadikan ibukota Kabupaten, karena Singkil erat kaitannya dengan Sejarah Aceh dimana Singkil melahirkan ulama besar Aceh yang sekarang kita kenal dengan nama Syiah Kuala yang beliau sendiri mempunyai nama asli Syekh Abdul Rauf As Singkili, makanya Singkil yang akhirnya dijadikan ibukota kabupaten, karena faktor sejarahnya. Setelah selesai istirahat dan perpisahan mahasiswi saya dan orang tuanya, kita kembali melanjutkan perjalanan ke Sidikalang.

Subulussalam – Medan

Perjalanan ini yang sangat melelahkan, keluar Subulussalam, juga keluar Nanggroe Aceh Darussalam jalanan sangat parah. Berbeda jauh dengan jalan di Aceh, jalan di wilayah tiri Sumatera Utara ini rusak parah dan banyak lubangnya, hati-hati berjalan disini.

Apalagi saat kita melintasi dataran tinggi toba, melewati gunung Sibuatan, Sinabang dan Sibayak. Kota pertama yang kami jumpai adalah Sidikalang, bagi muslim usahakan anda membawa perbelakan dari Subulusalam, karena makanan disini banyak yang tidak halal bagi muslim. Hujan lebat dan kabut membuat perjalanan harus ekstra hati-hati, karena lubang pun telah siap menunggu di pengkolan, sambungan jembatan, bahkan di jalan mendaki sekalipun, saya yang dari Banda Aceh duduk di bangku paling belakang, kini harus pindah ke bangku depan untuk menemani dan menjadi navigator supir karena kabut saat itu membuat pandangan kami hanya sampai sekitar 5-10 meter saja.







Setelah melintasi satu titik danau toba, kita makan malam di Kabanjahe, Rumah Makan Minang. Terlepas dari bagaimana bersih tidaknya Rumah Makan ini, saya harus bertanggung jawab juga terhadap kondisi tim yang jam 11 malam belum makan sementara perjalanan kami masih sangat jauh. Karena bepergian jauh, melintasi gunung yang berkelok-kelok dengan perut kosong, akan membuat perut mual dan mengeluarkan isi-isi ilegal yang ada di dalam perut. Dengan menyogok satu cangkir kopi tanpa gula dan rokok djisamsoe kepada supir agar dia senantiasa fit, perjalanan kami lanjutkan. Melintasi Brastagi, Sibolangit dan berbagai kota lainya. Saya sempat ingin mengambil keputusan agar kita menginap di Brastagi, dengan alasan istirahat, tapi saya urungkan karena besok pagi seharusnya kami harus sudah berada di Medan.

Perjalanan melelahkan ini menidurkan 2 mahasiswi yang setelah saya tanyakan, belum pernah mengalami perjalanan sepanjang ini, lumayan lah buat mereka, menjadi petualangan yang tidak terlupakan dalam hidup, hha. Pak Madhi juga sudah terlelap, duduk di bangku belakang membuat beliau sangat santai dan merasakan gelapnya suasana diluar.

Sempat teringat beberapa guyonan dari pak Madhi yang sempat beliau ceritakan, misalnya: “jangan nikah dengan wanita sekampung….”. Saya balik nanya ”emang kenapa pak? gak ada larangannya”, beliau dengan enteng menjawab: “satu aja udah susah, gimana mau ngawinin sekampung..” haha.



Cerita lainnya: “Orang mancing itu berlatih bagaimana kita sabar dalam melakukan sesuatu, dan bertindak responsif saat kailnya memberi tanda ada ikan yang kena pancingan, itulah bisnis, kita mesti sabar dan langsung reaktif terhadap kemauan konsumen. Kita memancing dengan umpan bukan seperti maunya kita, tapi seperti maunya ikan. Tapi pak Madhi menyelipkan guyonannya, “orang mancing itu gak pernah maju-maju, kasian…”, saya tanyakan mengapa? Beliau menjawab “ya gak boleh maju, takutnya kecemplung…” haha… Filosofi memancing ini teringat akan bahan kuliah MBA saya tentang bagaimana respon terhadap konsumen, memberikan jasa dan produk Costumer Based dan menjadikan kemauan konsumen sebagai modal awal kita dalam marketing, Consumer Centric.. ?

Tim sampai ke medan pukul 2 malam, setelah mencari-cari hotel disekitaran Ayahanda, kami singgah sebentar di Mess Perwakilan Nanggroe Aceh Darussalam di Medan (061-4525152). Tim langsung tepar dan saya pun tanpa ragu setelah menjama’ maghrib di Isya menutup mata dan beristirahat.





Medan – Langsa

Jam 7 burung-burung di medan berkicau sangat kencang, padahal mereka bukan warga batak (ups..). bunyi sepeda motor membangunkan kami satu persatu untuk shalat subuh telat dari jadwalnya. Setelah mandi dan sarapan roti, kami langsung ke Bandara untuk mengantar pak Madhi kembali ke Jakarta dan kami berlanjut ke misi berikutnya, Langsa…
Bertolak dari Bandara, saya lupa jalan keluar dari kota Medan, tapi gak masalah, GPS pada Nokia XM 5800 sangat membantu untuk menemukan jalan keluar dari Medan. Dituntun Nokia Navigator ver 2.0 kami berhasil keluar, bahkan dari jalan potong dan menemukan jalan tembus ke ringroad binjai. Sekali lagi, Terima Kasih teknologi dan Allah sebagai Sang Pencipta. Kota Binjai sangat padat, namun tim langsung berlanjut dan melewati kota Tanjungpura dengan gagahnya Mesjid Raya, Pangkalan Brandan, Pangkalan Susu dan terakhir Besitang.





Di tanjungpura, banyak oleh-oleh yang sebenarnya bisa kita beli, misalnya dodol tanjungpura, manggis dan makanan khas lainnya, tapi karena kita ditunggu di Langsa, kita urungkan dulu niat kita beli oleh-oleh. Karena misi utama kita adalah Politeknik Aceh Expose. Dalam perjalanan ini juga kita disambut panjangnya kebut sawit dari mulai Sumatera Utara sampai ke Aceh Tamiang

Pengalaman tidak menarik di wilayah akhir Sumatera Utara ini, kami dihadang Razia Polisi yang tidak punya otak yang menilang kami cuma karena pada plat kendaraan kami tidak ada garis les putih. Mereka mencari kesalahan-kesalahan pada kendaraan bermotor, mulai dari kepemilikan STNK dan SIM, segitiga pengaman, dongkrak, dll. Sampai pada bagus tidaknya wiper, tutup pentil, keadaan lampu dan semuanya, sehingga saya pastikan semua mobil yang melewati razia itu akan punya satu masalah. Setelah mencoba berdiplomasi, saya terangkan kami berasal dari institusi pendidikan dan ada siswa di langsa tengah menunggu kami untuk mengajar, mereka memberikan STNK dan SIM yang tertahan. Saya kira masalah udah selesai, ternyata tanpa sopan santun dan dengan akhlaq tiarap mereka meminta uang lelah.. anjr****t, Polisi memang musuh masyarakat (setidaknya untuk 2 orang ini…!!!)

Perjalanan kami lanjutkan dan melintasi perbatasan Provinsi NAD-SUMUT. Perbedaan kondisi jalan dan lebarnya jalan langsung terasa saat masuk ke wilayah NAD kembali, karena jalan yang sangat mulus dan lebar kembali kami dapatkan di Aceh. Setelah melewati Aceh Tamiang, Aceh Timur dan masuk ke kota Langsa, kami singgah di SMKN 2 Langsa untuk presentasi di Kepala Sekolah dan Guru di SMKN Langsa. Tidak lama, karena sudah pukul 2, kami belum makan dan kami makan di Pak Ulis Langsa dengan sebuah rasa puas, misi kita sudah selesai. Misi tim sudah kelar, namun misi saya sebagai ketua tim belum usai, saya harus membawa pulang Mahasiswi ini kembali ke rumahnya masing-masing, haha..

Langsa - Lhokseumawe

Demi alasan bonus istirahat, dan saya juga ingin bertemu dengan sahabat-sahabat di Lhokseumawe, kita berencana untuk menginap di Lhokseumawe, perjalanan dari Langsa ke Lhokseumawe kami tempuh lebih kurang 3 jam, melewati Idi, peurlak, Lhoksukon, jam 5 sore, kami sampai di Lhokseumawe dan menginap di Lido Graha (0645-42525). Dengan status dari Politeknik, kami mendapat diskon 10 % dari tarif yang harus dibayar untuk 2 kamar yang kami sewa.. lumayan..







Tim Istirahat sampai jam 9, sementara saya berkumpul dengan teman-teman di Lhokseumawe, hhe. Jam 9 kami makan di CBQ (yang menurut sahabat saya, yah lumayan lah makanan dan tempatnya untuk ukuran kota Lhokseumawe). Malam istirahat panjang untuk besok bagi perjalanan saya jadwalkan jam 9 dengan kondisi segar bugar agar sampai di Banda Aceh mereka diterima Orangtuanya juga dalam keadaan sama saat mereka dilepas untuk keliling Aceh pada Senin lalu.

Lhokseumawe – Banda Aceh

Selebihnya tak ada yang spesial dari perjalanan 4 jam ini. Innova seri G yang menemani kami selama seminggu sudah penuh dengan sampah minuman dan makanan. Untuk oleh-oleh, kami membeli keripik di Bireueun, sekedar bawaan untuk keluarga dan teman di rumah. Sampai di Banda Aceh saat Khatib Jumat tengah asyik menterjemahkan Ayat Suci Alquran dan Hadist. Kami yang baru sampai, langsung ke Kampus untuk drop peralatan dan kemudian mengantar mahasiswi kembali ke rumah masing-masing.

Misi saya selasai, menjejakkan kaki di sebagian besar bumi Nanggroe, nikmat rasanya melaksanakan misi sekaligus berbakti. Tak ada aktifitas yang patut untuk dilakukan selain bersyukur, teringat Jumat lalu saat misi dikumandangkan dan Jumat ini terlewati karena misi baru berakhir, mudah-mudahan bertemu lagi dengan para jamaah Allah di Jumat berikutnya.

Saat Anda berencana dan menginginkan sesuatu, konsentrasilah dan yakinilah anda akan mendapatkannya, ini sebagai modal awal anda dalam berusaha. Karena saat kita tengah berusaha, tidak lain dan tidak bukan, kita lagi memohon pada Allah SWT untuk mengabulkan rencana kita.. Anda di masa akan datang, adalah buah dari pikiran anda di masa kini.. Inilah sebuah aplikasi hukum tarik menarik dalam kehidupan, dimana Allah akan memberikan apa yang umatnya usahakan. Tanggung jawab yang diberikan harus dilaksanakan pada prinsip: Bekerja Keras, Tegas, Tuntas dan Ikhlas..



Roadtrip Aceh begitu memberikan kesan, pesan dan pelajaran, bahwa “Hidup Terlalu Singkat untuk Menjadi Manusia Biasa dan berlaku yang Biasa-Biasa Saja..”