Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kini adalah nama resmi sebuah daerah di ujung Sumatra dan menjadi ujung bujur barat dari letak Geografis Indonesia. Nama ini baru saja kita nikmati setelah pergantian nama dari Daerah Istimewa Aceh yang merupakan Implementasi dari penerapan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Nama ini menandaskan Daerah ini siap dari sisi brand name untuk menyelanggarakan Syariat Islam yang telah beberapa tahun dijalankan. Nama mempunyai arti yang sangat dalam untuk menjelaskan karakter danri sebuah identitas, karena dengan nama, kita dapat dikenal. Dan nama Aceh ternyata telah mengalami masa perjalanan yang sangat panjang sehingga kita sekarang hanya mengenal Nanggroe Aceh Darussalam
Penulis akan mengambil dari berbagai referensi buku dan ceritera dari para sejarawan yang masih mengingat sejarah nama aceh untuk memberikan informasi itu kepada khalayak masyarakat Aceh dengan harapan kita dapat lebih mengenal daerah kita dari sisi sejarah yang mengidentifikasi kita bahwa Aceh mempunyai sejarah religius, keberagaman bangsa dunia dan yang pasti, keberagaman Sarakata.
Dalam bukunya Tarich Atjeh dan Nusantara, HM Zainuddin menyebutkan beberapa sumber yang penulis simpulkan sebagai berikut:
Lebih kurang 400 tahun masehi, pedagang Arab menamakan sebuah daerah di Kampung Pande sekarang dengan sebutan Ramli (Ramni). Sementara pelancong tionghoa menamakan daerah ujung sumatra ini dengan beberapa nama, misalnya; Lan-li, Lan-wu-li, Nan-wu-li, Nan-poli untuk menyebut nama melayu Lam Muri. Sementara Penjelajah Marco Polo dengan logat Eropanya menyebut daerah ini dengan Nama Lambri.
Saat Bangsa Portugis dan Italy datang memulai perdagangannya di Nusantara, nama-nama tersebut berubah seiring bergantinya generasi. Pedagang Eropa tersebut lebih senang menyebut dengan beberapa nama seperti; Achem, Achen, Acen. Sementara pedagang dan Pendakwah Arab menyebut Asji, Dachem, Dagin, Dacin. Sementara Saudagar Inggris agak sedikit berbeda di penulisannya, yaitu; Atcheen, Acheen. Sumber Belanda mempunyai daftar nama yang teratur yang menjadi rangkaian perubahan nama menjadi nama sekarang, yaitu nama Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh dan akhirnya Atjeh.
Serangkaian penyebutan itu sebenarnya mempunyai makna dan daerah penyebutan yang sama, namun logat dan distribusi berita dari satu pedagang ke pedagang lain membuat perubahan sedikit dalam penyebutannya. Sementara dari sumber melayu, nama daerah ini disebut dengan nama Atjeh. Sumber ini berupa Tarich Melayu, Sarakata(surat-surat lama Aceh), mata uang, emas dan lain-lain.
Jika kita telisik lebih dalam ke sumber lengkap, ada beberapa sumber yang dapat dipercaya, yaitu: Tarich Kedah yang menyebut nama Atjeh sudah ada sejak tahun 1220 M (571 H), jauh sebelum Iskandar Muda memerintah Aceh Darussalam. Namun, ada naskah lama (301 M) yang menyebut daerah barat Aceh dengan nama Barosai untuk menyebut daerah Barus
Beberapa cerita akan penulis berikan terkait nama Aceh yang bisa jadi hanya berupa dongeng, namun dalam kajian sejarah, dongeng tidak dapat dipisahkan sebagai acuan.
Cerita pertama berasal dari Seorang Belanda Van Langen yang mendengar cerita tua yang menceritakan bahwa dahulu, sebuah Kapal dari Gujarat mendarat di Aceh dan merapat ke sebuah sungai yang indah, yang mereka sebuat dengan Tjidaih (cantik). Anak-anak buah kapal tersebut naik ke darat dan singgah di kampung Pande (Ramni). Saat itu turun hujan lebat dan mereka berteduh di pohon-pohon kayu. Saat hujan itulah, alam didaerah tersebut menampakkan kebesaran Allah dan mereka terkagum-kagum dengan menyebutkan : “acha...acha...acha...”, yang artinya: “indah...indah...indah...”. dari kata Acha itu, nama ini kemudian mengalami metamorfosa menjadi Atjeh..
Cerita lain yang agak aneh adalah cerita dari buku bangsa pegu (Hindia Belanda) yang menceritakan perjalanan budha ke Indo Tjina dan kepulauan melayu. Ketika sang budha berdiri tegak di sebuah gunung di ujung Sumatra, keluar cahaya berbagai warna dari tubuhnya, sehingga orang-orang yang melihat yang menyebut dan memanggilnya dengan takjub: “Acchera Vata” (Alangkah Indahnya). Dari penyebutan itulah timbul nama Aceh. Adapun gunung yang disebut itu adalah Gunung Ujung Teungku di Batu Putih yang saat portugis menyerang Aceh, gunung itu dimeriam olehnya dan sekarang tidak terlihat lagi.
Ada lagi sebuah legenda yang menceritakan bahwa nama Aceh berasal dari sebuah Daun yang hidup di daerah dan masa tersebut. Seperti sejarah nama-nama daerah lain, tumbuhan-tumbuhan yang hidup di masa itu menjadi inspirasi masyarakat di jaman tersebut untuk menyebut nama daerahnya. Sementara itu ada juga sumber yang menyebutkan Aceh berasal dari kata Atji yang berarti adik, cerita ini bermula dari seorang raja Hindu, Harsha yang mencari adiknya yang hilang ke daratan ujung Sumatra. Sang raja berasal dari dinasti Gupta. Oleh karena perang yang berkecamuk di daerahnya, sang adik yang telah kehilangan ayah dan suaminya dalam perang melarikan diri ke daratan sumatra. Sang Kakak yang setelah perang diangkat menjadi Raja, berjanji tidak akan memangku jabatan itu sebelulm ia menemukan adiknya.
Pelarian putri raja dan ekspansi sang kakak dalam mencari adik inilah yang bisa menjadi indikator adanya kerajaan Hindu yang tersebar di pesisir pantai ujung sumatra. Pengiriman tentara besar-besaran telah mengakibatkan hubungan antara pendatang dan penduduk sekitar terbina dengan baik sehingga kita akhirnya mengenal didirikannya kerajaan Hindu Indrapuri. Hal ini pula yang mengakibatkan, sebagian ritual adat di Aceh sekarang, masih berbau adat hindu karena memang sebagian besar nenek moyang kita beragama hindu sebelum Islam datang menyebarkan ajaran.
Sekian beberapa cerita tentang asal usul nama Aceh. Penulis merasa, postingan ini dapat menjadi awal dari blog dan kedepannya penulis dapat berbagi sejarah kembali. Untuk the next, kita akan bicara nama-nama asing yang pernah disebut untuk mengidentifikasi daerah pantai ujung sumatra ini dan bagaimana Hindu masuk ke daerah ini.
Pertanyaan Umum Seputar Perawatan Subaru XV Gen-1 (2013-2017)
5 minggu yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar