Senin, 22 Maret 2010

Backpacker Adventures to Pangandaran...

Firts Day, June 6th 2009

Dimulai dari pembicaraan di Yahoo Messanger antara Alis dan Ridho Bustami, teman senasib dan seperjuangan sesama backpacker gila, ide untuk melepas penat dari kerja dan kuliah keluar untuk mengunjungi tempat baru yang belum pernah kami jelajahi, yaitu: Pangandaran. Persiapan dimulai dengan observasi alternatif transportrasi, akomodasi di sana, dan objek wisata apa saja yang bisa dikunjungi, dan tentunya dengan modal mental dan duit seadanya. Akhirnya realisasi rencana diapprove jumat sore ditandai dengan tema: “Grand Canyon, I’m Coming”…

Lho? Kok temanya Grand Canyon? Karena memang awalnya ide ini muncul karena kami melihat di blog teman-teman backpacker lainnya yang telah ke Pangandaran dan mengunjungi sebuah tempat yang sangat menakjubkan, orang disana lebih senang menyebutnya “ GRAND CANYON ” nya Indonesia. Tapi gak seru lah kalo alis langsung ceritain asiknya pemandangan disana, gimana indahnya pantai selatan Jawa, masak mie dan buat teh dipinggir pantai dan tidur di penginapan yang bisa ditawar harga sewanya..












Perjalanan kali ini dimulai dari terminal Cicaheum di Bandung, awalnya kita pengen ketemuan di Pangandaran langsung, karena Ridho berangkat dari Jakarta. Tapi karena ternyata ada transportrasi dari Bandung ke Pangandaran sampai tengah malam, Ridho berencana dari Jakarta ke Bandung dulu dan kita ketemuan di Bandung. Bus yang berangkat ke Pangandaran alternatifnya banyak, ada yang langsung namanya Budiman (Rp 32.000 yang non AC, Rp 35.000 yang AC), disarankan untuk berangkat ke Pangandaran malam, karena selain bisa tidur gratis (hhe..), kita gak banyak makan waktu perjalanan dan insya Allah pagi udah sampai ke Pangandaran. Bus Budiman itu paling telat adanya jam 15.00. Ada alternatif lain, yaitu naik Bus Harum ke arah Purwokerto (Rp 25.000, ini harga nawar dari harga aslinya Rp 28.000) dan turun di kota Banjar. Nah kita naik ini karena cuma Bus ini yang punya jadwal sampai jam 12 malam.

Tepat jam 00.30 waktu bandung sabtu dini hari, kita berangkat dari Bandung, perjalanan ke kota Banjar lancar, dengan Bus yang seadanya (Seadanya dalam artian fasilitas, dan mesin yang aduhai bunyinya) kita sampai di Ciamis itu jam 04.00 untuk ngisi bensin, jam 05.00 kurang dikit, kita udah tiba di Banjar dan melanjutkan Bus ¾ ke arah Cijulang yang berasal dari Tasik (tarifnya Rp 55.000/2 orang. Sama, hasil nawar-nawar juga). Jam 07.00 kita tiba di Pangandaran, tapi seperti di mukadimah tadi, tujuan utama kita bukan pantai Pangandaran, kita akan ke Grand Canyon.







Perjalanan berlanjut ke Cijulang (masih dengan Bus yang sama), sampai disana kita makan pagi dulu, perhatian untuk yang pergi dengan bus, jangan pernah berpetualang dengan perut kosong, biar gak masuk angin saat perjalanan sekalian membantu warga sekitar dengan membeli hasil jerih payah mereka menyediakan makanan, hhe.

Nah, dari Cijulang ada alternatif untuk naek angkot (nunggunya lama, tarifnya mungkin Rp 5000) dan naek ojek (nego-nego 2 motor Rp 15.000). Jadi kita putuskan untuk naek ojek, selain karena lebih cepat, perjalanan dengan menggunakan media transportrasi berbeda akan memberi nilai lebih dalam setiap perjalanan backpacking. Oia jangan lupa juga untuk mempersiapkan kamera (terutama batere dan memorinya) juga duit di Cijulang, karena ini kota terakhir (kayak apa gitu…) yang layak untuk charge HP dan kamera, juga ambil duit di ATM.







Sampai di Grand Canyon, jam 9.00 pagi, suasana masih sepi, makin sepi makin bagus, biar terasa alaminya. Sewa Perahu disini Rp 75.000, nah karena kita cuma berdua, lebih baik tungguin orang lain lagi untuk kita bisa join, jadi patungannya lebih murah, gak lama, kita jumpa dan kenalan dengan Mbak Ana dan Adiknya. Setelah berbincang bincang, kita setuju untuk join-an perahu. Perajalanan dimulai dengan ekspedisi sungai-sungai diantara hutan-hutan dan mata air alami, perjalanan perahu perahu berakhir di sebuah objek wisata nan indah dengan kumpulan curam dan tebing-tebing yang masya Allah indahnya, dengan dihiasi rembesan air terjun dan pesona air mengalir dengan derasnya membuat kita terkagum, kagum. Perbanyaklah foto-foto disini, karena memang indah banget. Kalo arusnya gak kuat, kita bisa masuk ke dalam lagi untuk menelusuri gua-gua dan berenang melawan arus, tapi pada saat itu arusnya sangat kuat, baru hujan semalam, akhirnya kita putuskan untuk melepas baju dan memakai pelampung untuk berenang dan terjun dalam sungai yang dalamnya lebih kurang 2-3 meter. Sambil menikmati arus sungai yang membawa kita, kita juga bisa mampir di batu karang untuk kata orang sana “sashoweran” yang artinya mandi shower.

Oke, tujuan utama perjalanan udah terealisasi, sekarang kita memutuskan untuk berlanjut ke Batu Karas, perjalanan menggunakan Ojek (Rp 10.000/motor) lebih kurang 6 km, kita bisa menikmati suasana pedesaan yang bercirikan rumah adem dengan halamannya yang luas, pohon2 gede dan ditambah dengan barisan sawah masyarakat serta sungai yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Sampai di Batu Karas (sebuah pantai yang biasanya dipakai untuk Surfing), kita gelar Sleeping Bag, keluarkan kompor parafin, Pop Mie, Teh dan merasakan nikmatnya jadi Backpacker duduk di pinggir pantai sambil masak air dan mie serta saling gantiin jaga peralatan untuk mandi laut disarankan untuk mandi, karena nikmat banget laut disini, ombaknya lumayan gede, makanya banyak yang surving disini). Habis makan, siap-siap dan kumpulkan sampah prinsip petualang: jangan pernah meninggalkan sampah sembarangan pada tiap tujuan kita) dianjurkan banget untuk menyusuri batu-batu karang hasil kikisan ombak pantai selatan, dan jalanlah sejauh anda bisa menjelajahi karang-karang itu, karena makin jauh, pemandangan makin keren dengan hempasan ombak dan tajamnya karang tempat kita berpijak dan berpegangan. Lalu kemudian, jangan lupa juga untuk menyusuri bukit di atas karang itu, karena dari sini, kita bisa ngeliat pemandangan cakrawala yang indah kalo cuacanya cerah), masuk terus ke hutan-hutannya selagi masih ada jalan untuk ditempuh, karena makin keren pemandangan disini.







Lepas dari Batu Karas, jam 1.30 siang kita memutuskan untuk nginap di Pangandaran. Memulai perjalanan dengan Ojek lagi kembali ke Cijulang (Rp 15.000/2 orang, lagi-lagi nawar…), minta kepada tukang Ojek untuk melewati jalan kompas (orang sana nyebutnya gitu) yang akan melewati jembatan gantung (jembatan yang terbuat dari bambu dan udah berdiri puluhan tahun) biar perjalanan kita melewati 2 arah yang beda, biar makin banyak taunya.

Dari Cijulang, naik Bus ¾ ke arah Pangandaran (Rp 5.000/orang, gak bisa nawar lagi, udah murah banget nih), jam 2.30 siang kita tiba di Pangandaran dan istirahat di Mesjid Al Istiqamah Pangandaran untuk mandi, cuci muka, sikat gigi, keringkan pakaian dan pastinya Shalat (jangan pernah tinggal yang satu ini, tapi kalo capek banget, kadang lupa juga, hhe). Setelah shalat Zuhur dan Ashar di jama’ kita berlanjut ke Pantai Pangandaran. Setelah makan siang dan bertanya-tanya tentang penginapan dan perjalanan ke pantai, kita memutuskan untuk berjalan kaki ke pantai dan akan mencari penginapan disana jam 3.30. (pelajaran berharga petualangan ini adalah jangan merencanakan penginapan jauh hari, nikmati ketidakpastian dalam petualangan)







Dari terminal Pangandaran ke bibir pantai lebih kurang 2 km, kita jalan (maap abang becak yang nawarin kita untuk naek becak, kita gak punya uang untuk naek becak, hhe). Sebenarnya masuk kesini harus bayar, Rp 2.500/orang untuk pejalan kaki, untuk mobil lebih mahal lagi. Tapi dengan tampang bloon dan muka iba, kita jalan terus melewati pos penjagaan dan masuk gratis. Siap2 aja untuk didatengin orang2 yang nawarin penginapan murah dan kalo beruntung, ada yang nawarin “servis tambahan” (sensored).

Lebih baik, tiba di Pantai pangandaran jelajahi tiap jejak bibir pantai, perjalanan lebih kurang 3 km, kita jalan kaki di bibir pantai, sambil foto-foto dan makan kue pancong. Sampai jam 5.30 sore, kita jumpa lagi dengan Mbak Ana dan dia menawarkan penginapan yang awalnya Rp 75.000/malam kita tawar jadi Rp 50.000/malam (disarankan untuk membawa orang yang pande nawar dalam tiap perjalanan). Jam 6 sore tiba di penginapan, mandi, shalat dan charge HP, kiat berencana untuk keluar lagi ke pantai selatan di malam hari, tapi apa daya, perjalanan hari ini sangat melelahkan, dan kita langsung tertidur pulas dari waktu Isya ke Subuh, sambil mimpi yang enak-enak dan persiapkan stamina untuk perjalanan menakjubkan esok hari..







2nd Day, June 7th 2009

Hari kedua, bangun jam 5 subuh, setelah shalat kita keluar ke pantai timur Pangandaran, pantai yang sudah dibuat pemecah ombaknya ini tempat yang sangat bagus melihat matahari terbit dan merasakan dinginnya pantai. Pantai ini dulunya pernah menyatu dengan pantai barat pas tsunami terjadi tahun 2006, dan pantai ini kalo cuacanya cerah kita bisa melihat pulau Nusakambangan, tempat bernaungnya orang-orang paling “baik” se-Indonesia. Jam 6 kita memutuskan untuk kembali ke penginapan, dan berkemas-kemas serta sarapan mie goreng masak sendiri di kamar, buat kopi Torabika Capuccino dan teh tubruk (lha?), juga jemur kain. Jam 8 kita pamit dari empunya penginapan dengan 1 kamar mandi dan 1 tempat tidur gede itu, setelah minta contact personnya (pesan juga untuk petualang: jangan pernah meninggalkan tujuan wisata tanpa meminta nomor HP orang-orang sekitar, selain untuk membangun koneksi di perjalanan berikutnya yang mungkin juga akan kemari, mana tau dapat jodoh, hha)







Di pangandaran ini sangat banyak pasar seni yang menjual barang-barang seni untuk oleh-oleh, berhubung kita kemari bukan untuk tamasya, juga uang yang pas-pasan, kita gak beli selain aqua dan mizone (bukan maksud iklan, tapi minuman ini lumayan penting untuk menjaga kondisi tubuh dalam tiap perjalanan). Jam 9 kita merealisasikan rencana kemarin dengan mbak Ana untuk menyusuri Cagar Alam Cijuang Pananjung (HTM Rp 5.500/orang). Ada dua alternatif, perjalanan kali ini bisa dimulai dengan naik perahu ke pasir putih dan lalu menyusuri Cagar, atau yang kedua bisa menyusuri Cagar dulu untuk kemudian pulang dari pasir putih naik perahu. Disarankan untuk meminta lebih kepada pemandunya (bayar Pemandunya Rp 75.000 + sewa senter) ke tempat Taman Nasional Lapangan Banteng, pemandangannya indah banget dengan hamparan rumput luas dan hutan serta dikelilingi gunung dan dimanjakan dengan pemandangan laut dari atas bukit kalo kita naik agak tinggi lagi (lebih kurang 20 mdpl).

Perjalanan kali ini lebih kepada Caving Tour, ada 7 tujuan wisata di cagar alam ini, perjalanan disambut oleh monyet (oia, hati-hati monyet disini suka nyolong HP dan Kamera lho), Cagar alam ini punya suhu 25-30 derajat dengan kelembaban 80%-90 %. Tujuan awal dari perjalanan kali ini adalah Gua Jepang, dengan arsitektur yang rendah sesuai dengan postur orang Jepang), Gua ini adalah hasil kerja romusha yang menggali gua dengan pahatan tangan, di gua ini kita bisa liat staklatit yang udah berumur puluhan tahun yang tiap tahun bertambah beberapa cm, jadi yang pengen kesana, jangan tunggu sampai 100 tahun lagi, takutnya udah nutupin jalan itu staklatit. Gua ini juga pernah dijadikan tempat dari acara Uka-Uka karena dulu banyak tawanan Jepang disiksa dan dibunuh disini.







Tujuan berikutnya adalah tempat pemandian Dewi Rengganis, peninggalan kerajaan Hindu pada masa kerajaan Galuh Pangoan sebelum Pangandaran masuk penyebaran Islam. Yang nyebarin Islam disini ada 2 Kyai, yang makamnya terletak disini juga. Disini juga diceritain kalo kata Pangandaran berasal dari 2 kata = Pangan (Makan) Daran Pendatang), jadi pangandaran adalah tempat makan dan mata pencaharian orang-orang pendatang yang menyediakan jasanya untuk pariwisata. Ada juga yang bilang kalo Pangan (makan) Daran (kuda), karena rata-rata orang disini adalah nelayan, jadi mereka makannya kayak kuda yang banyak dan cepat. Itu menurut cerita orang-orang sana.

Perjalanan berikutnya adalah Gua Panggung, sesuai namanya Gua ini berbentuk Panggung yang terdiri dari bebatuan stalaktit yang berumur ratusan tahun dan karang karena kikisan ombak laut, ada juga yang menjadikan tempat ini sebagai tempat semedi, terlepas dari kepercayaan apa aja yang ada disini, setidaknya kita udah nyampe disini. Perjalanan berlajut ke Gua Parat (Gua tembus) karena memang Gua ini punya jalan tembus dari satu sisi ke sisi lainnya di bukit yang sama dan gua ini sangat luas dan panjang. Dalam Gua ini ada Stalaknit dan Stalagmit yang berbetuk seperti organ kewanitaan yang berada disamping organ keperjakaan (ada ada aja), disini juga kita bisa ngeliat Landak dan beberapa inventaris tempat syuting film-filmnya Mak Lampir dan Nyi Roro Kidul, setelah itu kita akan ke Gua miring, lalu ke Gua Lanang (Gua Mak Lampir), dulu katanya Film Horor Indonesia banyak yang syuting dan ambil gambar disini, karena memang tempatnya yang keren dan masih alami banget.







Setalah Caving Tour, kita akan diajak naik turun gunung ke Lapangan Banteng, tempat ini adalah hamparan rumput, pohon, dan tumbuhan jati. Dari sini kita bisa melihat laut pangandaran dari atas gunung, perjalanan berlanjutnya turun gunung (hati-hati terhadap tanah licin), dan akan sampai ke Pasir Putih (jam 11 pagi), pasir yang masih banyak terumbu karangnya, dan airnya juga bersih, kalo mau menyelam, disewa peralatan menyelam Rp 15.000, tapi hati-hati dengan karangnya. Karena kita udah merencanakan pulang sore ini ke bandung, jadi kita mesti menyudahi perjalanan kali ini dengan naik perahu dari pasir putih ke pantai Barat Pangandaran (Rp 5000/orang), minta kepada tukang perahunya untuk liat liat terumbu karang yang ada di laut agak jauh (cantik banget terumbu karang diliat dari perahunya.

Sampai di Pangandaran, kita makan dulu, di warung Padang, warung milik rakyat Indonesia. Lumayan murah makan di Pangandaran untuk ukuran Keluarga, tapi untuk ukuran kita, rada mahal sih. Dari pantai pangandaran, kita sengaja gak jalan kaki (padahal gak sanggup lagi) untuk naik becak menyusuri perkampungan dan Pasar Seni dan Wisata Pangandaran sambil berbincang-bincang dengan tukang becak tentang Pangandaran, kita juga akan melihat deretan Café-Café yang siap melayani anda untuk beristirahat. Sampai di Terminal Pangandaran, kita pesan Bus, ada banyak alternatif, mau yang ke Bandung langsung (ada yang jam 2 siang dan 3 siang), ada yang ke Jakarta (Kalideres) naik Bus Merdeka dan Bekasi serta Tangerang (Bus Budiman).

Ok, perjalanan pulang kita akhirnya memakai Bus Budiman yang memakan waktu lebih kurang 6 jam, karena ada macet di daerah Nagrek (tanjakan Nagrek), sampai jam 11.30 di Terminal Cicaheum Bandung, kita udah istitahat di Bus, dan kembali ke kos untuk istirahat hingga besok kembali kepada rutinitas kembali kerja dan kuliah.. si Ridho kembali ke Jakarta, dan saya kembali di Bandung







Saran Penting dan saya jadiin prinsip: Tetaplah Berpetualang selagi Dunia masih Berputar….. :)

7 komentar:

PelintangPulau mengatakan...

wwau..
menarik sekali
salam kenal

Edi Setiawan mengatakan...

mantap bro ceritanya,panjaaaang dan detail. photonya pun bagus-bagus, yahudz deh .... sip.

iman rabinata mengatakan...

idem dah dengan oday......hehehe

salam kenal
iman kalimantan

Aji Jatnika Kumara mengatakan...

wuih mantap nih petualangannya. cuman ber 2 aja ya? waktu itu ngabisin berapa duit bandung-pangandaran PP??
saya juga rencana mau kesana ber 2 an aja soalnya :D

Imam Kristanto mengatakan...

Kalo bus Budiman itu jadwalnya tiap berapa jam ya yang ke Pangandaran dari Cicaheum?

Imam Kristanto mengatakan...

Kalo bus Budiman dari Cicaheum ke Pangandaran jadwalnya tiap berapa jam ya?

Imam Kristanto mengatakan...

Kalo bus Budiman dari Cicaheum ke Pangandaran tiap berapa jam ya?